Senin, 25 Juni 2012

Pengertian dan Tujuan Sosialisasi


A.           Pengertian Sosialisasi
Berikut ini pengertian sosialisasi menurut para ahli:
1.      Charlotte Buhler
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar ia dapat berperan dan berfungsi dengan kelompoknya.
2.      Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
3.      Paul B. Horton
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.

4.      Soerjono Soekanto
Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat yang baru.
5.      Prof. Koentjaraningrat
Memahami sosialisasi sebagai seluruh proses seorang invidu sejak masa kanak-kanak sampai dengan dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain yang hidup dalam masyarakat sekitarnya.
6.      Sukandar Wiraatmadja
Sosialisasi adalah suatu proses yang dimulai sejak seseorang dilahirkan untuk dapat mengetahui dan memperoleh sikap, pengertian, gagasan, dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.
Jadi sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Atau bisa juga diartikan sebagai proses belajar yang dialami individu sejak masa kanak-kanak sampai masa tuanya.

B.            Jenis dan Tipe Sosialisasi
1.      Jenis Sosialisasi
Keluarga sebagai perantara sosialisasi primer.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
a.       Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga).Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah.Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya.Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.


b.      Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.
2.      Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda.contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah.Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu.Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi.Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
b.      Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak?Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

C.           Pola Sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua.Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

D.           Proses Sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
1.      Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri.Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak.Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
2.      Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
3.      Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks.Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
4.      Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1.      Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2.      Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3.      Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

E.            Faktor-Faktor Penghambat dalam Sosialisasi
Dalam pelaksanaan sosialisasi tidak terlepas dari berbagai hambatan-hambatan dan rintangan. Untuk itu ada beberapa hambatan dalam sosialisasi yakni sebagai berikut:
1.      Kemampuan berbahasa
Orang yang pandai berbahasa mempunyai kecenderungan dapat dengan mudah melaksanakan sosialisasi. Sebaliknya apabila sulit berbahasa, sulit pula berkomunikasi. Kesulitan berbahasa bisa disebabkan oleh antara lain sebagai berikut:
a.       Cacat pada bibir sumbing
b.      Bicara gagap
c.       Malu berbicara, pendiam
d.      Kurang fasih menguasai bahasa
2.      Cara terbentuknya sosialisai sangat ditentukan oleh pergaulan. Orang yang pandai bergaul dan bisa menempatkan dirinya akan mudah menjalankan proses sosialisasi. Sebaliknya orang yang sulit berkomunikasi, bersikap kaku, kurang beretika dan cenderung menghambat sosialisasi. Kendala-kendala dalam bergaul, di antaranya sebagai berikut:
a.       Perbedaan golongan
b.      Perbedaan status
c.       Perbedaan pendidikan
d.      Perbedaan sosial ekonomi
3.      Kehidupan masyarakat yang terisolir
4.      Kesulitan dalam melakukan komunikasi
5.      Hambatan alam
6.      Adanya perbedaan kelakuan antara satu individu dengan individu lain
7.      Perubahan dalam masyarakat akibat modernisasi
8.      Terjadinya kesenjangan kebudayaan antarkelompok masyarakat

F.            Tujuan sosialisasi
1.      Memberikan keterampilan kepada seseorang untuk dapat hidup bermasyarakat
2.      Mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif
3.      Membantu mengendalikan fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4.      Membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada di masyarakat.
5.      Seseorang mampu menjadi anggota masyarakat yang baik
6.      Seseorang dapat menyesuaikan tingkah lakunya sebagai harapan masyarakat
7.      Seseorang akan lebih mengenal dirinya sendiri dalam lingkungan sosialnya
8.      Seseorang akan menyadari eksistensi dirinya terhadap masyarakat di sekelilingnya






BAB III
PENUTUP


A.           Kesimpulan
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Atau bisa juga diartikan sebagai proses belajar yang dialami individu sejak masa kanak-kanak sampai masa tuanya. Jenis sosialisasi ada 2 (dua), yaitu sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga) dan sosialisasi skunder yang merupakan suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Sosialisasi yang dilakukan oleh seseorang dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, diantaranya yaitu :
1.      Tahap persiapan (Preparatory Stage)
2.      Tahap meniru (Play Stage)
3.      Tahap siap bertindak (Game Stage)
4.      Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Ada beberapa faktor penghambat dalam sosialisasi, diantaranya yaitu kemampuan berbahasa dan pergaulan. Dan pada intinya tujuan sosialisasi yaitu seseorang dapat menyesuaikan tingkah lakunya sebagai harapan masyarakat.  







DAFTAR PUSTAKA


Niniek Sri Wahyuni, Yusniati. 2007. Manusia dan Masyarakat Pelajaran
Sosiologi untuk SMA. Jakarta: Genca Exact.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar